twitter

Tes Pendengaran
Bab 1 pendahuluan
1.1 latar belakang
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di lingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi berselang seling mengenai memberan timpani. Plot gerakan-gerakan ini sebagai perubahan tekanan di memberan timpani persatuan waktu adalah satuan gelombang, dan gerakan semacam itu dalam lingukangan secara umum disebut gelombang suara.
Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang suara dan nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah gelombang persatuan waktu). Semakin besar suara semakin besar amplitudo, semakin tinggi frekuensi dan semakin tinggi nada. Namun nada juga ditentukan oleh factor - faktor lain yang belum sepenuhnya dipahami selain frekuensi dan frekuensi mempengaruhi kekerasan, karena ambang pendengaran lebih rendah pada frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain. Gelombang suara memiliki pola berulang, walaupun masing - masing gelombang bersifat kompleks, didengar sebagai suara musik, getaran apriodik yang tidak berulang menyebabakan sensasi bising. Sebagian dari suara musik bersala dari gelombang dan frekuensi primer yang menentukan suara ditambah sejumla getaran harmonik yang menyebabkan suara memiliki timbre yang khas. Variasi timbre mempengaruhi mengetahhi suara berbagai alat musik walaupun alat tersebut memberikan nada yang sama. (William F.Gannong, 1998)
Telah diketahui bahwa adanya suatu suara akan menurunkan kemampuan seseorang mendengar suara lain. Fenomena ini dikenal sebagai masking (penyamaran). Fenomena ini diperkirakan disebabkan oleh refrakter relative atau absolute pada reseptor dan urat saraf pada saraf audiotik yang sebelumnya teransang oleh ransangan lain. Tingkat suatu suara menutupi suara lain berkaitan dengan nadanya. Kecuali pada lingkungan yang sangat kedap suara, Efek penyamaran suara lata akan meningkatan ambang pendengaran dengan besar yang tertentu dan dapat diukir.
Penyaluran suara prosesnya adalah telinga mengubah gelombang suara di lingkungan eksternal menjadi potensi aksi di saraf pendengaran। Gelombang diubah oleh gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran menjadi gerakan-gerakan lempeng kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang dalam cairan telinga dalam. Efek gelombang pada organ Corti menimbulkan potensial aksidi serat-serat saraf. (William F.Gannom,1998)
1.2 Tujuan
1. Membandingkan pendengaran melalui tulang dan melalui udara pada probandus.
2. Untuk mengetahui penurunan kemampuan mendengar (tuli atau tidak tuli)
3. Untuk mengetahui derajat kamampuan pendengaran secara individu
4. Untuk mengetahui lokalisasi penyebab ketulian.
5. Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus.










BAB II
DASAR TEORI

Walaupun mekanisme mendengar tidak dapat mencakupseluruh gelombang bunyi tetapi keterbatasan ini tidak merupakan hambatan bagi seseorang tuidak dapat menanggapi berbagai macam bunyi yang berasal dari lingkungan.
Tuli di bagi menjadi dua jenis yaitu Tuli persepsi dan tuli kondusif.Seseorang dapat terjadi tuli konduksiapabila terjadi ganguan atau kelainan pada meatus acusticus externus: membrane tympani atau ossiculae (menleus, incus, stape). Jika seseornag terjadi ganguan pada organ salah satu tersebut di atas maka orang tersebut dikatakan tuli konduksi. Seseorang yang tuli konduksi berakibat kemampuan bunyi hantaran melalui udara tergantung dan hanya mampu mandengar bunyi melalui tulang saja. Tuli persepsi dapat terjadi apabila seseorang mengalami kelainan atau gangguan pada organ corti; saraf (nervus vestibulocohlearis atau N VIII); pusat pendengaran otak. Kkeadaan pada seseorang yang tuli persepsi terjadi gangguan mendengar baik melalui hantaran udara maupun tulang.
Telinga manusia terdiri dari telinga luar, tengah dan dalam. Telinga manusia menerima dan mentransmisikan gelombang bunyi ke otak dimana bunyi tersebut akan di analisa dan di intrepretasikan. Cara paling mudah untuk menggambarkan fungsi dari telinga adalah dengan menggambarkan cara bunyi dibawa dari permulaan sampai akhir dari setiap bagian-bagian telinga yang berbeda.
Telinga mempunyai resptor bagi 2 modalitas reseptor sensorik :
1. Pendengaran (N. Coclearis)
Telinga dibagi menjadi 3 bagian :
Telinga luar
• Auricula
Mengumpulkan suara yang diterima
• Meatus Acusticus Eksternus
Menyalurkan atau meneruskan suara ke kanalis auditorius eksterna
• Canalis Auditorius Eksternus
Meneruskan suara ke memberan timpani
• Membran timpani
Sebagai resonator mengubah gelombang udara menjadi gelombang mekanik.
Getaran suara ditangkap oleh telinga yang dialirkan ke telinga dan mengenai memberan timpani, sehingga memberan timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan perilimfe dalam skala vestibui kemudian getaran diteruskan melalui Rissener yang mendorong endolimfe dan memberan basal ke arah bawah, perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar (foramen rotundum) terdorong kearah luar.
Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion Na menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII yang kemudian neneruskan ransangan ke pusat sensori pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.
Kelainan /Ganggaun Fisiologi Telinga
1. Tuli konduktif
Karena kelainan ditelinga luaaar atau di telinga tengah
a. Kelainan telingna luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah astresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumsripta, osteoma liang teling.
b. Kelainan telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif adalah tubakar/sumbatan tuba eustachius, dan dislokasi tulang pensdengaaran.
2. Tuli perseptif
Disebabkan oleh kerusakan koklea (N. audiotorius) atau kerusakan pada sirkuit system saraf pusat dari telinga. Orang tersebut mengalamipenurunan atau kehilangan kemampuan total untuk mendengar suara dan akan terjadi kelainan pada
a. Organo corti
b. Saraf : N.coclearis dan N.vestibularais
c. Pusat pendengaran otak
3. Tuli campuran
Terjadi karena tuli konduksi yang pada pengobatannya tidak sempurna sehingga infeksi skunder (tuli persepsi juga).
Kekurangan Pendengaran
Yang dimaksud dengan kekurangan pendengaran adalah keadaan dimana seorang kurang dpat mendengar dan mengerti suara atau percakpan yang didengar untuk mendiagnosis kurang pendengaran. Sebagi dokter umum cukuplah memperhatikan keempat aspek penting berikuta ini :
• Penentuan pada penderita apakah ada kurang pendengaran atau tidak.
• Jenis kurang pendengaran
• Derajat kurang pendengaran
• Menentukan penyebab kurang pendengaran
1. Cara Penentuan pada penderita apakah ada KP atau tidak :
Dalam penentuan apakah ada KP atau tidak pada penderita hal penting yang harus diperhatiakan adalah umur prnderita. Respon manusia terhadap suara atau percakapan yang didengranya tergantung pada umur pertumbuhannya. Usia 6 tahun diambil sebagai batas, kurang dari 6 tahun respon anak terhadap suara atau percakapan berbeda-beda tergantung umurnya, sedangkan lebih dari 6 tahun respon anak terhadap suara atau percakapan yang didengar sama dengan orang dewasa karena luasnya aspek diagnostik KP. Pad kedua golongan umur tersbut, maka dalam makalah ini yang diuraikan hanya diagnosis KP pada anak-anak umur 6 tahun keatas dan dewasa.
2. Jenis KP
Jenis KP berdasarkan lokalisasi lesi :
a. KP jenis hantaran
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga luar dan atau telinga tengah.
b. KP jenis sensorineural
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga dalam (pada koklea dan N.VIII)
c. KP jenis campuran
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada telinga tengah dan telinga dalam.
d. KP jenis sentral
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak pada nucleus auditorius dibatang otak sampai dengan korteks otak.
e. KP jenis fungsional
Pada KP jenis ini tidak dijumpai adanya gangguan atau lesi organic pada system pendengaran baik perifer maupun sentral, melainkan berdadasarkan adanya masalah psikologis atau omosional.
Untuk KP jenis sentral dan fungsional mengingat masih terbatasnya pengetahuan proses pendengara diwilayah trsebut, disamping masih belum banyak dikenal teknik uji pendengaran yang dapat dimanfaatkan untuk bahan diagnostik, maka pada makalah ini akan dibatasi pada diagnosis KP jenis hantaran sensorineural dan campuran saja.

3. Menentukan penyebab KP
Menetukan penyebab KP merupakan hal yang paling sukar diantara kempat batasan atau aspek tersebut diatas, untuk itu diperlukan :
a. Anamnesis yang luas dan cermat tentang riwayat terjadinya KP tersebut
b. Pemeriksaan umum dan khusus (telinga, hidung dan tenggorokan ) yang teliti.
c. Pemeriksaan penunjang (bila diperlukan seperti foto laboratorium)
Ada 4 cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi pendengaran penderita, yaitu :
a. Tes bisik
b. Tes bisik modifikasi
c. Tes garputala
d. Pemeriksaan audiometri
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

1.1 Alat dan Bahan
• Kapas
• Garpu tala 112 – 870 hz
1.2 Langkah-Langkah Percobaan

1. Test Rinne
Tujuan :
Membandingkan pendengaran melalui tulang dan melalui udara pada probandus.
Dasar teori :
Bila garpu tala digetarkan maka getaran melalui udara dapat didengar dua kali lebih lama dibandingkan melalui tulang. Normal getaran melalui tulang dapat didengar selama 70 detik maka getaran melalui udara dapat didengar selama 140 detik.
Cara kerja :
1. Penguin meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digerakkan pada puncak kepala ( vertex) atau pada prosesus mastoideus. Mula – mula probandus akan mendengar garpu tala itu akan makin lemah dan akhirnya tidak mendengar lagi.
2. Saat probandus tidak mendengar garpu tala, penguji dengan segera memindahkan garpu tala itu kedekat telinga kanan.Dengan pemindahan garpu tala itu, maka ada dua kemungkinan yang bisa diperoleh yaitu :
• Probandus akan mendengar garpu tala lagi, disebut tes Rinne positif
• Probandus tidak mendengar suara garpu tala, disebut Rinne negative
3. Lakukan percobaan ini untuk telinga kiri dan ulangi percobaannya tiga kali, catatlah hasilnya dilembar kerja dan bandngkan hasilnya yang anda peroleh antara telinga kanan dengan telinga kiri.
Interprestasi :
• Normal : test Rinne Positive
• Tuli konduksi : test Rinne negative ( getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)

2. Test Swabach
Tujuan ;
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa ( normal ) dengan probandus.
Dasar :
Gelombang – gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh :
• Getaran yang datang melalui udara
• Getaran yang datang melalui tengkorak khususnya osteo temporal
Cara kerja :
1. Penguji meletakkan pangkal garpu tala yang sudah digetarkan pada puncak kepala probandus
2. Probandus akan mendengar suara garpu tala itu semakin lama makin melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garpu tala itu lagi
3. Saat probandus mengatakan tidak mendengar suara garpu tala, maka penguji dengan segera memindahkan garpu tala itu ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya ( pembanding)
Bagi pembanding ada dua kemungkinan dapat terjadi :
• Akan mendengar suara atau
• Tidak mendengar suara

3. Test Weber
1. Peneliti meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak probandus
2. Probandus memperhatikan intensitas suara di kedua telinga
3. Apabila probandus mendengar lebih keras paa sisi sebelah kanan disebut lateralisasi ke kanan. Disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri intensitas suaranya sama.

4. Test Bing
1. Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan di uncak kepala probandus
2. Probandus memperhatikan intensitas suara pada telinga kanan. Sebelum suara menghilang sumbatlah liang telinga kanan dengan kapas atau ujung jari. Kemungkinan yang terjadi pada probandus adalah :
• Suara garputalakedengaran bertambah keras ( percobaan Bing positive)
• Keras suara garputala tidak mengalami perubahan ( percobaan Bing indeferent). Ulangi percobaan ini tiga kali.
3. Lakukan percobaan ini seperti di atas untuk telinga kiri
4. Catatlah hasilnya pada lembar kerja. Bandingkan hasl yang diperoleh.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a. Test Rinne
Nama Probandus : Nuril Fitriana
Nama penguji : Ahmad Ridwan
Hasil test : Positif (+)
(Probandus menerima suara berupa getaran dari garputala yang memalui tulang dan udara secara normal).

b. Test Swabach ( + )
Nama probandus : Ahmad Ridwan
Nama Penguji : M.Angga Mujahidin
Hasil test : Positif ( + )
(Daya transport suara antara tulang mastoid penguji dan probandus sama).

c. Test Webber
Nama Probandus : M.Angga Mujahidin
Nama Penguji : Nuril Fitriana
Hasil test : Positif (+)
(Lateralisasi antara kanan dan kiri normal artinya saat garputala digetarkan suara yang didengar oleh probandus sama antara telinga kanan dan kiri).

d. Test Bing
Nama probandus : Ali Akbar
Nama Penguji : Ahmad Ridwan
Hasil test : Positif (+)
( probandus dapat mendengar suara secara normal, artinya saat telinga kanan ditutup probandus dapat tetap merasakan suara pada telinag kanan namun lebih kuat suara pada telinga kiri. Demikian jika pada telinga kiri)

4.2 Pembahasan
Pada saat kita melakukan praktikum yang pertama yaitu tes rinne kita terlebih dahulu membunyikan garputala dengan Cara, kita membunyikan garpu tala yaitu dengan memegang tangkai garpu tala lalu memetik secara lunak kedua kaki garpu tala dengan ujung jari atau kuku kita. Garputal 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah probandus tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :
1) Normal : tes rinne positif
2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)
3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun probandus. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari probandus misalnya probandus lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.
Pada saat kita melakukan praktikum yang kedua(2) yaitu tes swabach Cara kita melakukan tes Schwabach yaitu membunyikan garpu tala 512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pemeriksa, segera garpu tala tersebut kita pindahkan dan letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien. Apabila probandus masih bisa mendengar bunyinya berarti Scwabach memanjang. Sebaliknya jika probandus juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek atau normal.
Cara kita memilih apakah Schwabach memendek atau normal yaitu mengulangi tes Schwabach secara terbalik. Pertama-tama kita membunyikan garpu tala 512 Hz lalu meletakkannya tegak lurus pada planum mastoid pasien. Setelah pasien tidak mendengarnya, segera garpu tala kita pindahkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa. Jika pemeriksa juga sudah tidak bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach normal. Sebaliknya jika pemeriksa masih bisa mendengar bunyinya berarti Schwabach memendek.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes Schwabach yang kita lakukan, yaitu :
1. Normal  Schwabch normal.
2. Tuli konduktif  Schwabach memanjang.
3. Tuli sensorineural  Schwabach memendek.
Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya tangkai garpu tala tidak berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien lambat memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi.
Pada saat kita melakukan praktikum yang ketiga (3) yaitu tes weber yaitu dengan cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut probandus , telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga probandus mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan patologis pada MAE atau cavum timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih hebat.
3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan.
4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada sebelah kanan.
5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.

Pada saat kita melakukan praktikum yang ketiga (3) yaitu tes bing yaitu dengan cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut probandus suara garputala sebelah mana yang terdengar lebih keras setelah ditutup dengan kapas pada salah satu telinga probandus. Percobaan bing dikatakan positif jika suara garputala kedengaran semakin bertambah keras.

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Telinga merupakan organ yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bagi manusia. Untuk mengetahui ketajaman serta kenormalan telinga terdapat digunakan metode – metode test ketajaman yaitu test rinne, test swabach, test weber dan test bing. Pada test rinne bagian yang terpenting yang mempengaruhi test ini yaitu reflex gendang telinga serta tes ini berguna untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
pada test swabach hasil test positif keadaan itu disebabkan karena gelombang – gelombang dalam endolymphe probandus berkerja dengan normal sehingga gelombang – gelombang tersebut dapat menimbulkan getaran – getaran yang datang melalui udara dan tengkorak. Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh : Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale
pada metode test webber di dapat hasil test negative keadaan tersebut dikarenakan adanya lateralisasi telinga kanan pada probandus sehingga probandus diduga mengalami tuli konduksi sebelah kanan. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
Pada test bing didapat hasil test tersebut positif, keadaan tersebut disebabkan karena tidak adanya gangguan pada orgonon corti; saraf (nervus vestibulocohlearis atau N VIII yang berfungsi untuk mengatur pendengaran) sehingga probandus dinyatakan negative terhadap tuli persepsi.
5.2 Saran
a. Pada saat melakukan percobaan tes pendengaran ini, para mahasiswa, penguji serta orang-orang yang berada di ruangan Labolatorium di harap tenang karena penelitian ini memerlukan konsentrasi yang btinggi agar dapat mendengar suara dari garpu tala.
b. Pada saat penguju akan membunyikan garputala, penguji jangan sampai memegang bagian U garpu tala karena tangan penguji tersebut akan mempengaruhi suara atau getaran yang ditimbulkan oleh garputala tersebut.
c. pada saat probandus sudah tidak mendengar lagi suara garpu tala maka Penguji diharapkan agar cepat dan cekatan dalam memindahkan garputala tersebut ketempat lain yang sudah ditentukan.


DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem. Jakarta : EGC
2. Penyusun Tim. 2010. Modul Praktikum Fisiologi. Jember.
3. http://pemeriksaantespendengaran.com/, diakses pada tanggal 09 januari 2011, pukul 12.00 WIB, Jember
4. http://www.pengentahu.com/post-fungsi-garputala.html, diakses pada tanggal 09 januari 2011, pukul 12.00 WIB, Jember
5. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_Ketulian.pdf/12_Ketulian.html, diakses pada tanggal 09 januari 2011, pukul 12.00 WIB, Jember
6. http://kepacitan.wordpress.com/2011/01/05/tes-pendengaran/, , diakses pada tanggal 09 januari 2011, pukul 12.00 WIB, Jember
7. Syaifudin,H,Drs.2006. Anatomi Fisologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC
Senin, 17 Januari 2011 | 0 komentar |

0 komentar:

Posting Komentar